Dalam kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan kata-kata yang salah alias tidak sesuai dengan kata dalam Bahasa Indonesia. Salah satu atau dua kata dalam tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi umum, namun tidak halnya bagi dosen atau guru bahasa indonesia. Kata yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu karya tulis ilmiah. Sebenarnya apa sih definisi atau pengertian kata baku dan kata tidak baku? Kata baku adalah adalah kata yang benar, sedangkan kata tidak baku adalah kata yang tidak benar atau ejaan salah.
Perkembangan bahasa Indonesia begitu pesat sehingga hal itu menyebabkan masyarakat pemakai bahasa Indonesia kadang-kadang mengabaikan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Jika kita berbicara masalah baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia, tentunya hal tersebut ada kaitannya dengan standarisasi bahasa Indonesia. Sebagai contoh, pemakai bahasa Indonesia, seperti wartawan kadang-kadang tidak memedulikan kaidah k, p, t, s (Kaidah-kaidah ushul faqh) dalam menuangkan tulisannya di media-media cetak. Padahal wartawan khususnya atau pemakai bahasa Indonesia umumnya sudah konsisten menggunakan kata bersuku kata dua atau tiga yang dimulai dengan fonem k, p, t, s jika diberi awalan me(N)- atau meng- (beserta variasi imbuhannya) menjadi luluh. Ketidakseragaman tersebut tampak dalam media cetak: surat kabar, tabloid, dan majalah.
Contoh Kata Baku Yang Baru :
Mempengaruhi – Memengaruhi.
Mensosialkan – Menyosialkan.
Mempedulikan – Memedulikan.
Memperkosa – Memerkosa.
Mempopulerkan – Memopulerkan.
Mempunyai – Memunyai.
Mempesona – Memesona.
Memperhatikan – Memerhatikan.
Memperoleh – Memeroleh.
Memperbaiki – Memerbaiki.
Memperindah – Memerindah.
Mensadari – Menyadari.
Mempaksa – Memaksa.
Mentaati – Menaati.
Mempermalukan – Memermalukan.
Mempercantik – Memercantik.
Berdasarkan kenyataan tersebut, tampak jelas bahwa wartawan/pemakai bahsa Indonesia lebih menaati kaidah k, p, t, s untuk setiap kata yang berkuku kata dua dibandingkan dengan bersuku kata tiga atau lebih. Sehubungan dengan hal terebut, pantas saja sejumlah mahasiswa mengelar aksi unjuk rasa dengan memegang sebuah poster bertuliskan “Aku cinta bahasa Indonesia” di sekitar Bundaran HI Jakarta beberapa waktu lalu. Jadi, siapkah kita berpegang pada standarisasi untuk fonem k, p, t, s. Hal itu tampaknya bergantung pada kesiapan dan kedisiplinan masyarakat pemakai bahasa dalam menaati kaidah-kaidah yang sudah ada.
Sumber : http://sunarno5.wordpress.com/2007/12/06/kata-baku-tak-baku/
kalau campur jadi bagaimana Om?
BalasHapusmencampurkan atau menyampurkan?
Kata "mencampurkan" yang betul karena berasal dari kata "campur", bukan "sampur".
HapusKata "mensyukuri" tetap betul karena kata "menyukuri" terkesan ledekan "sukurin". :-D
BalasHapuskalau itu sih tidak luluh karena ada dua konsonan di awal kata dasar
HapusKalo di antara menaati dengan mentaati yg mna baik pengunaaanx
BalasHapus