TEMPO Interaktif, Jakarta - Senior Communication Advisor FIFA Wolfgang Resch mengatakan FIFA akan membahas laporan mengenai Kongres Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesoa pada 30 Mei mendatang. "Kami akan memberikan berita pers setelah pertemuan itu," kata Wolfgang kepada koresponden Tempo di Zurich, Swiss, Valerie Sticher, melalui hubungan telepon dan e-mail kemarin.
FIFA saat ini masih menunggu laporan dari Direktur Keanggotaan dan Pengembangan FIFA Thierry Regenass, yang menghadiri Kongres PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, tersebut. Kongres berlangsung semalam dan dipimpin Ketua Komite Normalisasi PSSI Agum Gumelar.
Kongres yang memiliki agenda memilih ketua umum, wakil ketua umum, dan komite eksekutif periode 2011-2015 itu berlangsung ricuh dan dihentikan setelah berlangsung selama enam jam. Agum mengetuk palu tiga kali sebagai tanda kongres ditutup. "Suasana sudah tidak terkendali, sudah tidak kondusif, maka dengan mengucap alhamdulillah kongres ditutup," kata Agum. Sesaat setelah itu, petugas keamanan langsung mengamankan Agum dan delegasi FIFA, yakni Thierry Regenass, Van Hattum, dan Rayna Saei, serta wakil AFC, Alex Soasay dan James C. Johnson.
Kegagalan kongres ini menimbulkan kecaman dari berbagai kalangan. Pengamat sepak bola dan komunikasi politik dari Universitas Diponegoro, Ari Junaedi, menilai buntunya Kongres PSSI ini sangat memalukan dan merugikan dunia persepakbolaan Indonesia. "Ini buah dari kekanak-kanakan kelompok 78 pendukung George Toisutta dan Arifin Panigoro," kata Ari.
Dia menilai langkah Agum menghentikan kongres sudah tepat. "Ini adalah kebodohan yang luar biasa dari peserta kongres yang ngotot memaksakan kehendak."
Pelatih tim nasional Indonesia untuk SEA Games 2011, Rahmad Darmawan, mengatakan kegagalan kongres ini menyebabkan Indonesia tak bisa mengirim tim nasional ke SEA Games dan ajang internasional lainnya. "Sekarang tinggal menunggu FIFA ketuk palu menjatuhkan sanksi," kata Rahmad. Dia menyerukan agar para pelatih dan mantan pemain sepak bola nasional mengambil alih kepengurusan PSSI. Ia berpendapat orang-orang yang hanya berduit banyak tak akan bisa mengurus PSSI.
Sementara itu, kelompok yang menamakan diri Forum Padamu Negeri--semula mereka disebut Kelompok 78--menyatakan apa yang terjadi di kongres bukan tanggung jawab mereka. Yunus Nusi, salah satu pemilik suara dari Persisam Samarinda, menyatakan kalau FIFA menjatuhkan sanksi, hal itu bukan karena ulah mereka. "Kita tidak meninggalkan kongres," katanya.
Kericuhan dalam Kongres sudah dimulai sejak dibuka. Sejumlah delegasi yang mendukung George Toisutta dan Arifin Panigoro melakukan hujan interupsi. Mereka, antara lain, Manajer Persepar Palangkaraya Tuty Dau; Umuh Muchtar (Persib Bandung); dan pemilik tim Divisi Utama Liga Indonesia asal Medan, Pro Titan, Sihar Sitorus. Mereka mempertanyakan Komite Normalisasi yang tidak meloloskan Toisutta dan Arifin maju sebagai calon ketua dan wakil ketua, padahal sudah diloloskan Komite Banding.
Peserta juga mendesak Regenass menjelaskan kenapa FIFA melarang Toisutta dan Arifin. Regenass menjelaskan, FIFA menolak pencalonan empat nama, yaitu Nurdin Halid, Nirwan Dermawan Bakrie, Toisutta, dan Arifin, karena kehadiran Liga Primer Indonesia) sebagai liga tersendiri di luar PSSI. "Itu merupakan tabu bagi FIFA," katanya. Itulah yang membuat Toisutta dan Arifin menjadi tidak layak.
Kekisruhan memuncak ketika pendukung Toisutta-Arifin ngotot agar Komite Banding memaparkan hasil keputusannya. Suasana tak terkendali ketika terjadi perdebatan soal voting, apakah harus dilakukan tertutup atau terbuka. Di tengah perdebatan ini terdengar caci maki kepada Agum yang membuat salah satu anggota Komite Normalisasi, Hadi Rudyatmo, meninggalkan kongres. Puncaknya, Agum menghentikan sidang.
Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/sepakbola/2011/05/21/brk,20110521-335776,id.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar